Agen Poker Online - Kenikmatan Bersama Adik Pacarku yang Montok - Saya lahir di Jakarta, keturunan cina, umur 28 thn, kerja disalah satu
perusahaan swasta sebagai auditor pembukuan dan keuangan, saya ditugasi
untuk mengawasi cabang denpasar, jadi saya tinggal disana menempati
rumah kontrakan.
Agen Poker Online - Suatu hari saya diberi kabar oleh pacar saya (Dinda umur 26) yang di
Jakarta bahwa dia mau datang bersama adiknya (Lusi umur 22). Setelah
kedatangannya mereka menginap di kontrakanku (kamar tamu).Tetapi Dinda
tidak bisa lama, karena dia hanya diberi ijin oleh kantornya 3 hari.
Selama
3 hari saya dan Dinda selalu ngumpet-ngumpet dari cicinya untuk
bermesraan dan sialnya kita hanya bisa melakukan hubungan sex 1X (kami
dulu telah biasa melakukannya sewaktu saya tingal di Jakarta), karena
kesempatan untuk itu susah sekali.
Setelah Dinda pulang, tinggal
saya dan Irine yg masih mau liburan di bali.Pada hari minggu saya ajak
dia jalan ke berbagai tempat wisata pulangnya dia langsung ingin
istirahat karena kelelahan. Karena saya belum merasa ngantuk, saya ke
ruangan tamu untuk nonton TV sedangkan dia masuk kamar tidur tamu untuk
istirahat.
Setelah acara yang saya sukai selesai, saya melihat
jam, ternyata sudah jam 1 pagi, tiba-tiba muncul ide isengku untuk
memasuki kamar tidur Lusi, dengan perlahan-lahan saya berjalan mendekati
pintu kamarnya, ternyata tidak dikunci, saya masuk dan melihat Lusi
telentang dengan kedua lengan dan paha terbuka, saya langsung mengambil
tali plastik dan perlahan-lahan saya melucuti pakaiannya semua, mungkin
karena dia terlalu lelah sehingga tidurnya sangat nyenyak sampai tidak
tahu apa yg sedang saya lakukan, setelah semua pakaiannya kubuka, saya
langsung mengikat lengan dan kakinya ke sudut-sudut ranjang.
Tiba-tiba
dia terbangun, dan terkejut karena tubuhnya telah telanjang polos dan
terikat di ranjang. “Ko lepasin saya”, suaranya gemetaran karena shock.
“Cepat lepasin Ko!” Lusi mengulangi perintahnya, kali ini lebih keras
suaranya. Tubuh telanjangnya telah mambiusku. Aku segera mencopot celana
dan celana dalamku dengan cepat. “Ko!” Lusi memekik. “Mau ngapain
kamu?” Lusi terkesiap melihat batang kemaluanku yang sudah berdiri
tegak. Kusentuh payudaranya dengan kedua tanganku, rasanya dingin bagai
seonggok daging.
“Koko gila luu yah!” Aku merasakan sensasi aneh
melihat payudara dan liang kemaluan adik pacarku ini. Jelas beda dengan
waktu-waktu dulu kalau mengintip dia ganti baju di kamarnya. Sekarang
aku melihatnya dengan cara yang berbeda. “Koko, gua khan adik Dinda!”
Aku menyentuh liang kemaluannya dengan tanganku, lalu menjilatinya.
Setelah
puas segera kuletakkan batang kemaluanku di gerbang liang kemaluan
Lusi. “Ko jangaan!” dia memohon-mohon padaku. “Diam.. cerewet!” aku
menjawab dengan sembarangan. Sekali batang kemaluanku kudorong ke depan,
tubuhku sudah menjadi satu dengannya. “Iiih.. shiit!” dia mengumpat
tapi ada nada kegelian dari suaranya itu. Aku menggoyangkan pinggangku
secara liar hingga batang kemaluanku mengocok-kocok liang kemaluannya.
“Ahh.. shiit! ah shiit! Ko stop!” Semakin dia mamaki dan mengumpatku
dengan ekspresi judesnya itu, semakin terangsang aku jadinya.
Sambil
memompa liang kemaluannya aku menghisap puting-puting payudaranya yang
agak berwarna pink itu. “Mmmh.. udah jangan Ko!” Lusi masih
berteriak-teriak memintaku berhenti. “Lu diam aja jangan banyak
ngomong”, ujarku cuek. “Ohh shiit!” ujarnya mengumpat. Dia menatapku
dengan tatapan yang bercampur antara kemarahan dan kegelian yang
ditahan. Sejenak aku menghentikan gerakanku. Kasihan juga aku melihatnya
terikat seperti ini. Dengan menggunakan cutter yang tergeletak di meja
samping ranjang aku memotong tali yang mengikat kedua kakinya.
Begitu
kedua kakinya terlepas dia sempat berontak. Tapi apa dayanya dengan
posisi telentang dengan tangan masih terikat. Belum lagi posisiku yang
sudah mantap di antara kedua kakinya membuat dia hanya bisa
meronta-ronta dan kakinya menendang-nendang tanpa hasil. “Aaahh Ko stop
dong.. udah Ko.. gue khan adik Dinda”, dia memohon lagi tapi kali ini
suaranya tidak kasar lagi dan terdengar mulai berdesah karena geli.
Nafasnya pun mulai memburu. Aku menjilati lehernya dia melengos ke kiri
dan ke kanan tapi wajahnya mulai tidak mampu menutupi rasa geli dan
nikmat yang kuciptakan. ” Aduhh sshh Ko udah doong.. hh.. ssh!” suaranya
memohon tapi makin terdengar mendesah lirih.
Kedua kakinya masih
meronta menendang-nendang tapi kian lemah dan tendangannya bukan karena
berontak melainkan menahan rasa geli dan nikmat. Aku menaikkan tempo
dalam memompa sehingga tubuhnya semakin bergetar setiap kali batang
kemaluanku menusuk ke dalam liang kemaluannya yang hangat berulir serta
kian basah oleh cairan kenikmatannya yang makin membanjir itu. Kali ini
suara nafas Lusi kian berat dan memburu, “Uh.. uh.. uhhffssh.. shiit
Koo.. agh uuffsshh u.. uhh!”
Wajahnya semakin memerah, sesekali
dia memejamkan matanya sehingga kedua alisnya seperti bertemu. Tapi tiap
kali dia begitu atau saat dia merintih nikmat, selalu wajahnya
dipalingkan dariku. Pasti dia malu padaku. Liang kemaluannya mulai
mengeras seperti memijit batang kemaluanku. Pantatnya mulai bergerak
naik turun mengimbangi gerakan batang kemaluanku keluar masuk liang
kenikmatannya yang sudah basah total. Saat itu aku berbisik “Gimana, lu
mau udahan?” Aku menggodanya.
Sambil mengatur pernafasan dan
dengan ekspresi yang sengaja dibuat serius, dia berkata, “I.. iiya..
udah.. han yah Ko”, suaranya dibuat setegas mungkin tapi matanya yang
sudah sangat sayu itu tidak dapat berbohong kalau dia sudah sangat
menikmati permainanku ini. “Masa?” godaku lagi sambil tetap batang
kemaluanku memompa liang kemaluannya yang semakin basah sampai
mengeluarkan suara agak berdecak-decak. “Bener nih lu mau udahan?”
godaku lagi. Tampak wajahnya yang merah padam penuh dengan peluh,
nafasnya berat terasa menerpa wajahku. “Jawab dong, mau udahan gak?” aku
menggodanya lagi sambil tetap menghujamkan batang kemaluanku ke liang
kemaluannya.
Sadar aku sudah berkali-kali bertanya itu, dia dengan
gugup berusaha menarik nafas panjang dan menggigit bibir bagian
bawahnya berusaha mengendalikan nafasnya yang sudah ngos-ngosan dan
menjawab, “Mmm.. iya.. hmm.” Aku tiba-tiba menghentikan gerakan naik
turunku yang semakin cepat tadi.
Ternyata gerakan pantatnya tetap naik
turun, tak sanggup dihentikannya. Soalnya liang kemaluannya sudah
semakin berdenyut dan menggigit batang kemaluanku. “Ehmm!” Lusi terkejut
hingga mengerang singkat tapi tubuhnya secara otomatis tetap menagih
dengan gerakan pantatnya naik turun. Ketika aku bergerak seperti menarik
batang kemaluanku keluar dari liang kemaluannya, secara refleks tanpa
disadari olehnya, kedua kakinya yang tadinya menendang-nendang pelan,
tiba-tiba disilangkan sehingga melingkar di pinggangku seperti tidak
ingin batang kemaluanku lepas dari lubang kemaluannya.
“Lho katanya udahan”, kata-kataku membuat Lusi tidak mampu berpura-pura lagi.
Mukanya mendadak merah padam dan setengah tersipu dia berbisik, “Ah..
uhh.. uhh.. swear enak banget.. pleasee dong terusiin ya!” belum selesai
ia berkata aku langsung kembali menggenjotnya sehingga ia langsung
melenguh panjang. Rupanya perasaan malunya telah ditelan kenikmatan yang
sengaja kuberikan kepadanya. “Ah iya.. iiya.. di situ mmhh aah!” tanpa
sungkan-sungkan lagi dia mengekspresikan kenikmatannya. Selama 15 menit
berikutnya aku dan dia masih bertempur sengit. Tiga kali dia orgasme dan
yang terakhir betul-betul dahsyat kerena bersamaan dengan saat aku
ejakulasi. Spermaku menyemprot kencang sekali bertemu dengan
semburan-semburan cairan kenikmatannya yang membanjir. Lusi pasti
melihat wajahku yang menyeringai sambil tersenyum puas. Senyum
kemenangan.
Aku melepaskan ikatannya. Dia kemudian duduk di atas kasur. Sesaat dia seperti berusaha menyatukan pikirannya.
“Huuhh, kamu hebat banget sih Ko, sering yach melakukan dengan Dinda”
“Enggak juga koq!”
“Alah, sama setiap cewek yang kamu tidurin juga jawabannya pasti sama”
“Keperawanan lu kapan diambil?” tanyaku
“Sewaktu pacarku ingin pergi ke Amerika untuk kuliah, saya hadiahkan sebagai hadiah perpisahan”
Kemudian dia bangkit dengan tubuh yg lemah ngeloyor ke kamar mandi, setelah selesai bersih-bersih Lusi kembali lagi ke kamar.
Di
depan pintu kamar mandi kusergap dia, kuangkat satu pahanya dan kutusuk
sambil berdiri. “Aduh kok ganas banget sih!” katanya setengah
membentak. Aku tidak mau tahu, kudorong dia ke dinding kuhajar terus
vaginanya dengan rudalku. Mulutnya kusumbat, kulumat dalam-dalam.
Setelah Lusi mulai terdengar lenguhannya, kugendong dia sambil pautan
penisku tetap dipertahankan. Kubawa dia ke meja, kuletakkan pantatnya di
atas meja itu. Sekarang aku bisa lebih bebas bersenggama dengan dia
sambil menikmati payudaranya. Sambil kuayun, mulutku dengan sistematis
menjelajah bukit di dadanya dan seperti biasanya, dia tekan belakang
kepalaku ke dadanya, dan aku turuti, habis emang nikmat dan nikmat
banget. “aahh.. sshh.. oohh.. uugghh.. mmhh”, Lusi terus meracau.
Bosen
dengan posisi begitu kucabut penisku dan kusuruh Lusi menungging.
Sambil kedua tangannya memegang bibir meja. Dalam keadaan menungging
begitu Lusi kelihatan lebih aduhai! Bongkahan pantatnya yang kuning dan
mulus itu yang bikin aku tidak tahan. Kupegang penisku dan langsung
kuarahkan ke vaginanya. Kugesekkan ke clitorisnya, dan dia mulai
mengerang nikmat. Tidak sabar kutusukkan sekaligus. Langsung kukayuh,
dan dalam posisi ini Lusi bisa lebih aktif memberikan perlawanan bahkan
sangat sengit. “Aahh Koo Akuu mao.. keluuarr lagii..” racaunya.
Lusi
goyangannya menggila dan tidak lama tangan kanannya menggapai ke
belakang, dia tarik pantatku supaya menusuk lebih keras lagi. Kulayani
dia, sementara aku sendiri memang terasa sudah dekat. Lusi mengerang
dengan sangat keras sambil menjepit penisku dengan kedua pahanya. Saya
tetap dengan aksiku. Kuraih badannya yang kelihatan sudah mulai
mengendur. Kupeluk dari belakang, kutaruh tanganku di bawah payudaranya,
dengan agak kasar kuurut payudaranya dari bawah ke atas dan kuremas
dengan keras. “Eengghh.. oohh.. ohh.. aahh”, tidak lama setelah itu
bendunganku jebol, kutusuk keras banget, dan spermaku menyemprot lima
kali di dalam memek lusi.
Dengan gontai kuiring Lusi kembali ke
ranjang, sambil kukasih cumbuan-cumbuan kecil sambil kami tiduran. Dan
ketika kulihat jam di dinding menunjukan jam 02.07. Wah lumayan, masih
ada waktu buat satu babak lagi, kupikir. “lusi, vagina dan permainan
kamu ok banget!” pujiku. “Makasih juga ya Ko, kamu juga hebat”, suatu
pujian yang biasa kuterima!
Setelah itu kami saling berjanji untuk
tidak memberi tahu cici dan pacarnya yg sedang kuliah di Amerika.
Selanjutnya kami selalu melakukan ngentot setiap hari sampai dia pulang
ke Jakarta. END
No comments:
Post a Comment