Agen Poker Online - Cerita Diperkosa Kedua Satpam Binal - Diperkosa Kedua Satpam Binal, perkenalkan nama saya Citra mahasiswi
semester 5 di salah satu universitas swasta ternama di bilangan Jakarta
Pusat.
Agen Poker Online - Apa yang akan saya ceritakan disini adalah kisah yang terjadi
sekitar beberapa tahun yang lalu. Hari Rabu adalah hari yang paling
melelahkan bagiku ketika semester lima, bagaimana tidak, hari itu aku
ada tiga mata kuliah, dua yang pertama mulai jam 9 sampai jam tiga dan
yang terakhir mulai jam lima sampai jam 7 malam, belum lagi kalau ada
tugas bisa lebih lama deh. Ketika itu aku baru menyerahkan tugas diskusi
kelompok sekitar jam 7 lebih. Waktu aku dan teman sekelompokku, si
Dimas selesai, di kelas masih tersisa enam orang dan Pak Didi, sang
dosen. “Bareng yuk jalannya, parkir dimana Citra ?” ajak Dimas “Jauh
nih, di deket psikologi, rada telat sih tadi” Dimas pulang berjalan kaki
karena kostnya sangat dekat dengan kampus.
Sebenarnya kalau menemaniku dia harus memutar agak jauh dari jalan
keluar yang menuju ke kostnya, mungkin dia ingin memperlihatkan naluri
prianya dengan menemaniku ke tempat parkir yang kurang penerangan itu.
Dia adalah teman seangkatanku dan pernah terlibat one night stand
denganku. Orangnya sih lumayan cakep dengan rambut agak gondrong dan
selalu memakai pakaian bermerek ke kampus, juga terkenal sebagai buaya
kampus. Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat parkir
itu. Terdengar bunyi sirine pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun
membuka pintu mobil dan berpamitan padanya. Ketika aku menutup pintu,
tiba-tiba aku dikejutkan oleh Dimas yang membuka pintu sebelah dan ikut
masuk ke mobilku. “Eeii… mau ngapain kamu ?” tanyaku sambil meronta
karena Dimas mencoba mendekapku. “Ayo dong Citra, kita kan sudah lama
nggak melakukan hubungan badan nih, saya kangen sama vagina kamu nih”
katanya sambil menangkap tanganku. “Ihh… nggak mau ah, saya capek nih,
lagian kita masih di tempat parkir gila !” tolakku sambil berusaha
lepas.
Karena kalah tenaga dia makin mendesakku hingga mepet ke
pintu mobil dan tangan satunya berhasil meraih payudaraku lalu
meremasnya. “Dimas… jangan… nggak mmhhh!” dipotongnya kata-kataku dengan
melumat bibirku. Jantungku berdetak makin kencang, apalagi Dimas
menyingkap kaos hitam ketatku yang tak berlengan dan tangannya mulai
menelusup ke balik BH- ku. Nafsuku terpancing, berangsur-angsur
rontaanku pun melemah. Rangsangannya dengan menjilat dan menggigit pelan
bibir bawahku memaksaku membuka mulut sehingga lidahnya langsung
menerobos masuk dan menyapu telak rongga mulutku, mau tidak mau lidahku
juga ikut bermain dengan lidahnya.
Nafasku makin memburu ketika
dia menurunkan cup BH ku dan mulai memilin-milin putingku yang
kemerahan. Teringat kembali ketika aku ML dengannya di kostnya dulu.
Kini aku mulai menerima perlakuannya, tanganku kulingkarkan pada
lehernya dan membalas ciumannya dengan penuh gairah. Kira-kira setelah
lima menitan kami ber-French kiss, dia melepaskan mulutnya dan
mengangkat kakiku dari jok kemudi membuat posisi tubuhku memanjang ke
jok sebelah. Hari itu aku memakai bawahan berupa rok dari bahan jeans 5
cm diatas lutut, jadi begitu dia membuka kakiku, langsung terlihat
olehnya pahaku yang putih mulus dan celana dalam pink-ku. “Kamu tambah
nafsuin aja Citra, saya sudah tegangan tinggi nih” katanya sambil
menaruh tangannya dipahaku dan mulai mengelusnya. Ketika elusannya
sampai di pangkal paha, diremasnya daerah itu dari luar celana dalamku
sehingga aku merintih dan menggeliat.
Reaksiku membuat Dimas makin
bernafsu, jari-jarinya mulai menyusup ke pinggiran celana dalamku dan
bergerak seperti ular di permukaannya yang berbulu. Mataku terpedam
sambil mendesah nikmat saat jarinya menyentuh klistorisku. Kemudian
gigitan pelan pada pahaku, aku membuka mata dan melihatnya menundukkan
badan menciumi pahaku. Jilatan itu terus merambat dan semakin jelas
tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin mendekatkan wajahnya ke sana sambil
menaikkan sedikit demi sedikit rokku. Dan… oohh… rasanya seperti
tersengat waktu lidahnya menyentuh bibir vaginaku, tangan kanannya
menahan celana dalamku yang disibakkan ke samping sementara tangan
kirinya menjelajahi payudaraku yang telah terbuka.
Cerita Seks Diperkosa Satpam
Aku
telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan hanya mendesah dan menggeliat,
lupa bahwa ini tempat yang kurang tepat, goyangan mobil ini pasti
terlihat oleh orang di luar sana. Namun nafsu membuat kami terlambat
menyadari semuanya. Di tengah gelombang birahi ini, tiba- tiba kami
dikejutkan oleh sorotan senter beserta gedoran pada jendela di
belakangku. Bukan main terkejutnya aku ketika menengok ke belakang dan
melihat dua orang satpam sampai kepalaku kejeduk jendela, begitu juga
Dimas, dia langsung tersentak bangun dari selangkanganku. Satu dari
mereka menggedor lagi dan menyuruh kami turun dari mobil. Tadinya aku
mau kabur, tapi sepertinya sudah tidak keburu, lagian takutnya kalau
mereka mengejar dan memanggil yang lain akan semakin terbongkar skandal
ini, maka kamipun memilih turun membicarakan masalah ini baik-baik
dengan mereka setelah buru-buru kurapikan kembali pakaianku. Mereka
menuduh kami melakukan perbuatan mesum di areal kampus dan harus
dilaporkan. Tentu saja kami tidak menginginkan hal itu terjadi sehingga
terjadi perdebatan dan tawar-menawar di antara kami.
Kemudian yang
agak gemuk dan berkumis membisikkan sesuatu pada temannya, entah apa
yang dibisikkan lalu keduanya mulai cengengesan melihat ke arahku.
Temannya yang tinggi dan berumur 40-an itu lalu berkata, “Gini saja,
bagaimana kalau kita pinjam sebentar cewek kamu buat biaya tutup mulut
?” Huh, dasar pikirku semua laki-laki sama saja pikirannya tak jauh dari
selangkangan. Rupanya dalam hal ini Dimas cukup gentleman juga,
walaupun dia bukan pacarku, tapi dia tetap membelaku dengan menawarkan
sejumlah uang dan berbicara agak keras pada mereka. Di tengah situasi
yang mulai memanas itu akupun maju memegangi tangan Dimas yang sudah
terkepal kencang. “Sudahlah Mas, nggak usah buang-buang duit sama
tenaga, biar saya saja yang beresin” kataku “Ok, bapak-bapak saya turuti
kemauan kalian tapi sesudahnya jangan coba ungkit-ungkit lagi masalah
ini !” Walaupun Dimas keberatan dengan keputusanku, namun dia mau tidak
mau menyerah juga. Aku sendiri meskipun kesal tapi juga menginginkannya
untuk menuntaskan libidoku yang tanggung tadi, lagipula bermain dengan
orang-orang seperti mereka bukan pertama kalinya bagiku. Singkat cerita
kamipun digiring mereka ke gedung psikologi yang sudah sepi dan gelap,
di ujung koridor kami disuruh masuk ke suatu ruangan yang adalah toilet
pria. Salah seorang menekan sakelar hingga lampu menyala, cukup bersih
juga dibanding toilet pria di fakultas lainnya pikirku. “Nah, sekarang
kamu berdiri di pojok sana, perhatiin baik-baik kita ngerjain cewek kamu
!” perintah yang tinggi itu pada Dimas.
Di sudut lain mereka
berdiri di sebelah kanan dan kiriku menatapi tubuhku dalam pakaian ketat
itu. Sorot mata mereka membuatku nervous dan jantungku berdetak lebih
cepat, kakiku serasa lemas bak kehilangan pijakan sehingga aku
menyandarkan punggungku ke tembok. Kini aku dapat melihat nama-nama
mereka yang tertera di atas kantong dadanya. Yang tinggi dan berusia
sekitar pertengahan 40 itu namanya Egy, dan temannya yang berkumis itu
bernama Romli. Pak Egy mengelusi pipiku sambil menyeringai mesum.
“Hehehe… cantik, mulus… wah beruntung banget kita malam ini !” katanya
“Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih ?” tanya Pak Romli sambil
menyalami tanganku dan membelainya dari telapak hingga pangkalnya,
otomatis bulu-buluku merinding dan darahku berdesir dielus seperti itu.
“Citra” jawabku dengan agak bergetar. “Wah Citra yah, nama yang indah
kaya orangnya, pasti dalemnya juga indah” Pak Egy menimpali dan disambut
gelak tawa mereka. “Non Citra coba sun saya dong, boleh kan ?” pinta
Pak Romli memajukan wajahnya Aku tahu itu bukan permintaan tapi
keharusan, maka kuberikan satu kecupan pada wajahnya yang tidak tampan
itu. “Ahh…non Citra ini di mobil lebih berani masak di sini cuma ngecup
aja sih, gini dong harusnya” Kata Pak Egy seraya menarik wajahku dan
melumat bibirku.
Aku memejamkan mata mencoba meresapinya, dia
makin ganas menciumiku ditambah lagi tangannya sudah mulai meremas-remas
payudaraku dari luar. Lidahnya masuk bertemu lidahku, saling menjilat
dan berpilin, bara birahi yang sempat padam kini mulai terbakar lagi,
bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya. Aku makin berani dan memeluk
Pak Egy, rambutnya kuremas sehingga topi satpamnya terjatuh. Sementara
dibawah sana kurasakan sebuah tangan yang kasar meraba pahaku. Aku
membuka mata dan melihatnya, disana Pak Romli mulai menyingkap rokku dan
merabai pahaku. Pak Egy melepas ciumannya dan beralih ke sasaran
berikutnya, dadaku. Kaos ketatku disingkapnya sehingga terlihatlah buah
dadaku yang masih terbungkus BH pink, itupun juga langsung diturunkan.
“Wow teteknya montok banget non, putih lagi” komentarnya sambil meremas
payudara kananku yang pas di tangannya. Pak Romli juga langsung
kesengsem dengan payudaraku, dengan gemas dia melumat yang kiri.
Mereka
kini semakin liar menggerayangiku. Putingku makin mengeras karena terus
dipencet-pencet dan dipelintir Pak Egy sambil mencupangi leher
jenjangku, dia melakukannya cukup lembut dibandingkan Pak Romli yang
memperlakukan payudara kiriku dengan kasar, dia menyedot kuat-kuat dan
kadang disertai gigitan sehingga aku sering merintih kalau gigitannya
keras. Namun perpaduan antara kasar dan lembut ini justru menimbulkan
sensasi yang khas. Tak kusadari rokku sudah terangkat sehingga angin
malam menerpa kulit pahaku, celana dalamku pun tersingkap dengan jelas.
Pak Romli menyelipkan tangannya ke balik celana dalamku sehingga celana
dalamku kelihatan menggembung. Tangan Pak Egy yang lainnya mengelusi
belakang pahaku hingga pantatku.
Nafasku makin memburu, aku hanya
memejamkan mata dan mengeluarkan desahan-desahan menggoda. Aku merasakan
vaginaku semakin basah saja karena gesekan-gesekan dari jari Pak Romli,
bahkan suatu ketika aku sempat tersentak pelan ketika dua jarinya
menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku. Reaksiku ini membuat
mereka semakin bergairah. Pak Romli meraih tangan kiriku dan menuntunnya
ke penisnya yang entah kapan dia keluarkan. “Waw…keras banget, mana
diamaternya lebar lagi” kataku dalam hati “bisa mati orgasme nih saya”
Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya, semakin kukocok benda itu
makin membengkak saja. Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana
dalamku, jari-jarinya basah oleh cairan vaginaku yang langsung
dijilatinya seperti menjilat madu.
Kemudian aku disuruh berdiri
menghadap tembok dan menunggingkan pantatku pada mereka, kusandarkan
kedua tanganku di tembok untuk menyangga tubuhku. “Asyik nih, malam ini
kita bisa ngerasain pantat si non yang putih mulus ini” celoteh Pak
Romli sambil meremasi bongkahan pantatku yang sekal. Aku menoleh ke
belakang melihat dia mulai menurunkan celana dalamku, disuruhnya aku
mengangkat kaki kiri agar bisa meloloskan celana dalam. Akhirnya
pantatku yang sudah telanjang menungging dengan celana dalamku masih
menggantung di kaki kanan. “Pak masukin sekarang dong” pintaku yang
sudah tidak sabar marasakan batang-batang besar itu menjejali vaginaku.
“Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih sama vagina non, wangi
sih !” kata Pak Romli yang sedang menjilati vaginaku yang terawat baik.
Pak Usep mendorong penisnya pada vaginaku, walaupun sudah becek oleh
lendirku dan ludahnya, aku masih merasa nyeri karena penisnya yang tebal
tidak sebanding ukurannya dengan liang senggamaku. Aku merintih
kesakitan merasakan penis itu melesak hingga amblas seluruhnya. Tanpa
memberiku waktu beradaptasi, dia langsung menyodok-nyodokkan penisnya
dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi.
Pak Egy sejak
posisiku ditunggingkan masih betah berjongkok diantara tembok dan
tubuhku sambil mengenyot dan meremas payudaraku yang tergantung persis
anak sapi yang sedang menyusu dari induknya. Pak Romli terus
menggenjotku dari belakang sambil sesekali tangannya menampar pantatku
dan meninggalkan bercak merah di kulitnya yang putih. Genjotannya
semakin mambawaku ke puncak birahi hingga akupun tak dapat menahan
erangan panjang yang bersamaan dengan mengejangnya tubuhku. Tak sampai
lima menit dia pun mulai menyusul, penisnya yang terasa makin besar dan
berdenyut-denyut menggesek makin cepat pada vaginaku yang sudah licin
oleh cairan orgasme. “Ooohh… oohh… di dalam yah non… sudah mau nih”
bujuknya dengan terus mendesah “Ahh… iyahh… di dalam aja… ahh” jawabku
terengah-engah di tengah sisa-sisa orgasme panjang barusan.
Akhirnya
diiringi erangan nikmat dia hentikan genjotannya dengan penis menancap
hingga pangkalnya pada vaginaku, tangannya meremas erat-erat pinggulku.
Terasa olehku cairan hangat itu mengalir memenuhi rahimku, dia baru
melepaskannya setelah semprotannya selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk
kalau saja mereka tidak menyangganya kuhimpun kembali tenaga dan
nafasku yang tercerai-berai. Setelah mereka melepaskan pegangannya, aku
langsung bersandar pada tembok dan merosot hingga terduduk di lantai.
Kuseka dahiku yang berkeringat dan menghimpun kembali tenaga dan nafasku
yang tercerai- berai, kedua pahaku mengangkang dan vaginaku belepotan
cairan putih seperti susu kental manis. “Hehehe…liat nih, air sperma
saya ada di dalam vagina wanita kamu” kata Pak Romli pada Dimas sambil
membentangkan bibir vaginaku dengan jarinya, seolah ingin memamerkan
cairan spermanya pada Dimas yang mereka kira pacarku. Opps…omong-omong
tentang Dimas, aku hampir saja melupakannya karena terlalu sibuk
melayani kedua satpam ini, ternyata sejak tadi dia menikmati live show
ini di sudut ruangan sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Kasihan
juga dia pikirku cuma bisa melihat tapi tidak boleh menikmati, dasar
buaya sih, begitu pikirku.
Sekarang, Pak Romli menarik rambutku
dan menyuruhku berlutut dan membersihkan penisnya, Pak Egy yang sudah
membuka celananya juga berdiri di sebelahku menyuruhku mengocok
penisnya. Hhmmm…nikmat sekali rasanya menjilati penisnya yang berlumuran
cairan kewanitaanku yang bercampur dengan sperma itu, kusapukan lidahku
ke seluruh permukaannya hingga bersih mengkilap, setelah itu juga
kuemut-emut daerah helmnya sambil tetap mengocok milik Pak Egy dengan
tanganku. Aku melirik ke atas melihat reaksinya yang menggeram nikmat
waktu kugelikitik lubang kencingnya dengan lidahku. “Hei, sudah dong
saya juga mau disepongin sama si non ini” potong Pak Egy ketika aku
masih asyik memain-mainkan penis Pak Romli. Pak Egy meraih kepalaku dan
dibawanya ke penisnya yang langsung dijejali ke mulutku. Miliknya memang
tidak sebesar Pak Romli, tapi aku suka dengan bentuknya lebih berurat
dan lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang mungil karena tidak
setebal Pak Romli, tapi tetap saja tidak bisa masuk seluruhnya ke mulut
karena cukup panjang. Aku mengeluarkan segala teknik menyepongku mulai
dari mengulumnya hingga mengisap kuat-kuat sampai orangnya bergetar
hebat dan menekan kepalaku lebih dalam lagi. Waktu sedang enak-enak
menyepong, tiba- tiba Dimas mengerang, memancingku menggerakkan mata
padanya yang sedang orgasme swalayan, spermanya muncrat berceceran di
lantai. Pasti dia sudah horny banget melihat adegan-adegan panasku.
Merasa
cukup dengan pelayanan mulutku, Pak Egy mengangkat tubuhku hingga
berdiri, lalu dihimpitnya tubuhku ke tembok dengan tubuhnya, kaki
kananku diangkat sampai ke pinggangnya. Dari bawah aku merasakan
penisnya melesak ke dalamku, maka mulailah dia mengaduk-aduk vaginaku
dalam posisi berdiri. Berulang-ulang benda itu keluar-masuk pada
vaginaku, yang paling kusuka adalah saat-saat ketika hentakan tubuh kami
berlawanan arah, sehingga penisnya menghujam vaginaku lebih dalam,
apalagi kalau dengan tenaga penuh, kalau sudah begitu wuihh… seperti
terbang ke surga tingkat tujuh rasanya, aku hanya bisa
mengekspresikannya dengan menjerit sejadi-jadinya dan mempererat
pelukanku, untung gedung ini sudah kosong, kalau tidak bisa berabe nih.
Sementara
mulutnya terus melumat leher, mulut, dan telingaku, tanganya juga
menjelajahi payudara, pantat, dan pahaku. Gelombang orgasme kini mulai
melandaku lagi, terasa sekali darahku bergolak, akupun kembali
menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia sedang melumat bibirku
sehingga yang keluar dari mulutku hanya erangan- erangan tertahan, air
ludah belepotan di sekitar mulut kami. Di sudut lain aku melihat Pak
Romli sedang beristirahat sambil merokok dan mengobrol dengan Dimas. Pak
Egy demikian bersemangatnya menyetubuhiku, bahkan ketika aku orgasmepun
dia bukannya berhenti atau paling tidak memberiku istirahat tapi malah
makin kencang. Kakiku yang satu diangkatnya sehingga aku tidak lagi
berpijak di tanah disangga kedua tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya
terasa makin dalam saja membuat tubuhku makin tertekan ke tembok.
Sungguh kagum aku dibuatnya karena dia masih mampu menggenjotku selama
hampir setengah jam bahkan dengan intensitas genjotan yang stabil dan
belum menunjukkan tanda-tanda akan klimaks.
Sesaat kemudian dia
menghentikan genjotannya, dengan penis tetap menancap di vaginaku, dia
bawa tubuhku yang masih digendongnya ke arah kloset. Disana barulah dia
turunkan aku, lalu dia sendiri duduk di atas tutup kloset. “Huh…capek
non, ayo sekarang gantian non yang goyang dong” perintahnya Akupun
dengan senang hati menurutinya, dalam posisi seperti ini aku dapat lebih
mendominasi permainan dengan goyangan-goyangan mautku. Tanpa disuruh
lagi aku menurunkan pantatku di pangkuannya, kuraih penis yang sudah
licin itu dan kutuntun memasuki vaginaku. Setelah menduduki penisnya,
aku terlebih dahulu melepaskan baju dan bra-ku yang masih menggantung
supaya lebih lega, soalnya badanku sudah panas dan bemandikan keringat,
yang masih tersisa di tubuhku hanya rokku yang sudah tersingkap hingga
pinggang dan sepasang sepatu hak di kakiku. Aku menggoyangkan tubuhku
dengan gencar dengan gerakan naik- turun, sesekali aku melakukan gerakan
meliuk sehingga Pak Egy mengerang karena penisnya terasa diplintir.
Kedua tangannya meremasi payudaraku dari belakang, mulutnya juga aktif
mencupangi pundak dan leherku.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh
tangan besar yang menjambak rambutku dan mendongakkan wajahku ke atas.
Dari atas wajah Pak Romli mendekat dan langsung melumat bibirku. Dimas
yang sudah tidah bercelana juga mendekatiku, sepertinya dia sudah
mendapat ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan
menggenggamkannya pada batang penisnya. “Mmpphh… mmmhh !” desahku
ditengah keroyokan ketiga orang itu. Toilet yang sempit itu menjadi
penuh sesak sehingga udara terasa makin panas dan pengap. “Ayo dong
Citra… emut, sepongan kamu kan mantep banget” Dimas menyodorkan penisnya
kemulutku yang langsung kusambut dengan kuluman dan jilatanku, aku
merasakan aroma sperma pada benda itu, lidahku terus menjelajah ke
kepala penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu, kupakai ujung
lidah untuk menyeruput cairan yang tertinggal di lubang kencingnya. Ini
tentu saja membuat Dimas blingsatan sambil meremas-remas rambutku. Aku
melakukannya sambil terus bergoyang di pangkuan Pak Egy dan mengocok
penisnya Pak Romli, sibuk sekali aku dibuatnya.
Sesaat kemudian
penisnya makin membesar dan berdenyuk-denyut, lalu dia menepuk
punggungku dan menyuruhku turun dari pangkuannya. Benar juga dugaanku,
ternyata dia ingin melepaskan maninya di mulutku. Sekarang dengan posisi
berlutut aku memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai merem-melek dan
menggumam tak jelas. Seseorang menarik pinggangku dari belakang membuat
posisiku merangkak, aku tidak tahu siapa karena kepalaku dipegangi Pak
Egy sehingga tidak bisa menengok belakang. Orang itu mendorongkan
penisnya ke vaginaku dan mulai menggoyangnya perlahan. Kalau dirasakan
dari ukurannya sih sepertinya si Dimas karena yang ini ukurannya pas dan
tidak menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika sedang enak-enaknya
menikmati genjotan Dimas penis di mulutku mulai bergetar “Aahhkk… saya
mau keluar… non” Pak Egy kelabakan sambil menjambaki rambutku dan
creett…creett, beberapa kali semprotan menerpa menerpa langit-langit
mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan, sebagian lainnya meleleh di
pinggir bibirku karena banyaknya sehingga aku tak sanggup menampungnya
lagi. Aku terus menghisapnya kuat-kuat membuatnya berkelejotan dan
mendesah tak karuan, sesudah semprotannya berhenti aku melepaskannya dan
menjilati cairan yang masih tersisa di batangnya. Dengan klimaksnya Pak
Egy, aku bisa lebih berkonsentrasi pada serangan Dimas yang semakin
mengganas. Tangannya merayap ke bawah menggerayangi payudaraku. Dimas
sangat pandai mengkombinasikan serangan halus dan keras, sehingga aku
dibuatnya melayang-layang.
Gelombang orgasme sudah diambang batas,
aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas menyuruhku bertahan sebentar
agar bisa keluar bersama. Sampai akhirnya dia meremas pantatku erat-erat
dan memberitahuku akan segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu
pun kucurahkan juga. Kami orgasme bersamaan dan dia menumpahkannya di
dalamku. Vaginaku serasa banjir oleh cairannya yang hangat dan kental
itu, sperma yang tidak tertampung meleleh keluar di daerah
selangakanganku. Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan tubuh
bersimbah peluh, untung lantainya kering sehingga tidak begitu jorok
untuk berbaring di sana. Vaginaku rasanya panas sekali setelah
bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis lagi. Lututku juga terasa
pegal karena dari tadi bertumpu di lantai. Setelah merasa cukup tenaga,
aku berusaha bangkit dibantu Dimas.
Dengan langkah gontai aku
menuju wastafel untuk membasuh wajahku, lalu kuambil sisir dari tasku
untuk membetulkan rambutku yang sudah kusut. Aku memunguti pakaianku
yang berserakan dan memakainya kembali. Kami bersiap meninggalkan tempat
itu. “Lain kali kalau melakukan hubungan badan hati-hati, kalau
ketangkap kan harus bagi-bagi” begitu kata Pak Egy sebagai salam
perpisahan disertai tepukan pada pantatku. “Citra… Citra… sori dong,
kamu marah ya !” kata Dimas yang mengikutiku dari belakang dalam
perjalananku menuju tempat parkir. Dengan cueknya aku terus berjalan dan
menepis tangannya ketika menangkap lenganku, dia jadi tambah bingung
dan memohon terus. Setelah membuka pintu mobil barulah aku membalikkan
badanku dan memberi sebuah kecupan di pipinya seraya berkata “Saya nggak
marah kok, malah enjoy banget, lain kali kita coba yang lebih gila yah,
see you, good night” Dimas hanya bisa terbengong di tengah lapangan
parkir itu menyaksikan mobilku yang makin menjauh darinya. END
Untuk Melihat Video Selengkapnya Klik Di Bawah ini :
No comments:
Post a Comment